Usinara, yang menyerahkan jagat dan darahnya untuk
menyelamatkan seekor punai yang terancam kematian,
tahu dewa-dewa tak pernah siap. Mereka makin tua.
Langit menggantungkan dacin pada tiang lapuk Neraka
sejak cinta dibunuh. Timbangan terlambat. Telah tujuh
zaman asap & api penyiksaan mengaburkan mata siapa saja.
Di manakah batas belas, Baginda? “Mungkin tak ada,”
jawab Usirna. Ia hanya menahan perih di rusuknya
ketika tujuh burung nasar sibuk di kamar itu, (tujuh,
bukan satu), merenggut dagingnya, selapis demi selapis.
Sering aku bayangkan raja yang baik hati itu tergeletak
di lantai, memandang ke luar pintu, melihat debu sore
dan daun-daun yang pelan-pelan berubah ungu. Ia ingin
punai itu segera lepas. “Ayo, terbang. Aku telah
menebus nyawamu,” ia ingin berkata. Tapi suaranya tak terdengar.
Sementara itu, di sudut, si punai menangis: “Tak ada
dewa yang datang dan mengubah adegan ini jadi
dongeng!” Usirna hanya menutup matanya. Ia tahu
kahyangan adalah cerita yang belum jadi.
2012
TENTANG MAUT
Di ujung bait itu mulai tampak sebuah titik
yang kemudian runtuh, 5 menit setelah itu.
Di ujung ruang itu mulai tampak sederet jari
yang ingin memungutnya kembali.
Tapi mungkin
itu tak akan pernah terjadi.
Ini jam yang amat biasa: Maut memarkir keretanya
di ujung gang dan berjalan tak menentu.
Langkahnya tak seperti yang kau bayangkan: tak ada
gempa, tak ada hujan asam, tak ada parit yang meluap.
Hanya sebuah sajak, seperti kabel yang putus.
Atau hampir putus.
2012
GOENAWAN MOHAMAD menulis puisi. Karyanya antara lain Parikesit (1969) dan Interlude (1971). GM mengubah haluannya tatkala Tempo akhirnya dibredel. Kendati majalah yang dipimpinnya sejak 1971 lahir kembali pada 1998, GM memutuskan lengser dari kursi pemimpin redaksi. la memilih berkutat dalam komunitas budaya di Teater Utan Kayu. Selain itu, ia juga sibuk dengan lahan barunya, Radio Berita 68 H yang dioperasikan ISAI (Institut Studi Arus lnformasi).
No comments:
Post a Comment